MANAJEMEN REPRODUKSI INDUK SAPI BALI DI KAMPUNG BUMI MULIA DISTRIK WANGGAR KABUPATEN NABIRE
Keywords:
Manajemen reproduksi, induk sapi Bali, Bumi MuliaAbstract
Usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan adalah beternak sapi potong, yang berbentuk usaha peternakan rakyat. Populasi sapi di Indonesia sebagian besar dikuasai oleh masyarakat/ petani dalam skala usaha peternakan rakyat. pada tahun 2013 sebanyak 12,3 juta ekor (97,8 %) ternak sapi berada di 5,1 juta petani dan sisanya 2,2 % berada di perusahaan berbadan hukum, pedagang dan kelompok lainnya (Ismono et al., 2015), sehingga kepemilikan sapi potong di tingkat petani rata - rata berkisar 2,412 ekor per petani.
Sebagaimana halnya kondisi peternakan sapi nasional, kondisi peternakan sapi di Nabire juga merupakan usaha peternakan rakyat dengan skala kepemilikan antara 2-3 ekor, dan diusahakan secara sambilan. Kondisi peternakan demikian ditengerai sebagai penyebab lambatnya pertumbuhan populasi yang berimbas tidak tercapainya kebutuhan daging nasional. Terdapat tiga faktor utama yang harus diperhatikan untuk mendukung keberhasilan pengembangannya yaitu feeding (pakan), breeding (perkembang biakan) dan manajemen. Pada usaha peternakan rakyat, faktor perkembang-biakan (reproduksi) sering kali menjadi penghambat pengembangan budidaya ternak sapi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen reproduksi induk sapi Bali yang dilakukan petani-peternak di Kampung Bumi Mulia Distrik Wanggar Kabupaten Nabire. Metode penelitian dilakukan secara observasi dan wawancara langsung terhadap sampel terpilih yang ditetapkan secara simple random sampling. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Penanganan perkawinan calon induk/ induk sudah baik mmendekati anjuran pedoman teknis dimana seluruh peternak (100%) memahami tanda-tanda birahi sapi, 78,18 % melakukan perkawinan pertama calon induk sapi umur 2-2,5 tahun (setelah dewasa tubuh) dan 76,36 % peternak mengawinkan sapi birahinya pada waktu akhir birahi, seluruh peternak juga memahami tanda-tanda/ diagnosa kebuntingan sapi. 2). Penanganan terhadap sapi bunting, hanya 20 % peternak memberikan pakan tambahan (pakan penguat), seluruh (100 %) peternak telah melakukan pengamanan/ pemisahan sapi bunting dari sapi lain. 3). Penanganan sapi beranak dan laktasi, seluruh (100 %) peternak memahami tanda-tanda sapi akan beranak dan membantu proses kelahiran, hanya 20 % peternak memberikan pakan tambahan (pakan penguat) pada sapi laktasi, dan seluruh (100 %) peternak melakukan pengamanan/ pemisahan induk laktasi dari sapi lain (selama 2 bulan sejak beranak). 4). Perkawinan setelah beranak, 72,72 % peternak mengawinkan pada birahi ketiga setelah beranak, 12,73 % peternak mengawinkan pada birahi kedua dan 14,54 peternak mengawinkan setelah birahi ketiga. 5). Umur pemeliharaan induk, 80 % peternak memelihara/ mempertahankan induk sapi sampai umur lebih dari 7 tahun dan 20 % mempertahankan induk sampai umur 7 tahun.